Studi Sosial-Politik: Negara-Pemerintahan-Demokrasi-Pemilu-Partai Politik-Konflik-Elit-dan Kebijakan Publik

FORMULA PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON TERPILIH

FORMULA PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON TERPILIH -- Unsur mutlak yang terakhir atau yang keempat dari sebuah sistem pemilu adalah Formula Pemilihan dan Penetapan Calon Terpilih. Unsur ini mutlak bagi sistem pemilu karena lewat ‘Formula Pemilihanlah’ ditentukan peserta pemilu yang berhasil mendapatkan kursi; dan lewat ‘Penetapan Calon Terpilih’ pula kemudian ditentukan bagaimana perolehan kursi parpol selanjutnya dialokasikan kepada calon-calon terpilih. Berikut kita bahas satu persatu:



A - Formula Pemilihan

Secara sederhana ‘Formula Pemilihan’ dapat didefinisikan sebagai: rumus untuk menentukan peserta pemilu yang berhasil mendapatkan kursi. Atau dengan kata lain, sebuah rumus untuk menentukan perolehan kursi masing-masing peserta pemilu atau kontestan.

Dalam praktek penyelenggaraan pemilu ada dua rumus yang umum dikenal untuk menentukan peserta pemilu yang berhasil mendapatkan kursi:

o   Rumus mayoritarian/pluralitas; dan
o   Rumus proporsional (perwakilan berimbang).

Dengan rumus mayoritarian/pluralitas, maka penentuan peserta pemilu yang berhasil mendapatkan kursi di suatu daerah pemilihan ditentukan berdasarkan suara terbanyak. Sedangkan rumus proporsional, perolehan kursi ditentukan secara proporsional (berimbang) sesuai dengan persentase perolehan suara masing-masing peserta pemilu di dapil yang bersangkutan.

Rumus mayoritarian/pluralitas biasa digunakan pada sistem pemilu dengan dapil berwakil tunggal (single-member constituency), dimana satu daerah pemilihan hanya memilih satu wakil. Metodenya sederhana. Parpol peserta pemilu yang memperoleh suara terbanyak – secara mayoritas maupun pluralitas – langsung mengambil kursi. Sedangkan parpol yang kalah, suaranya dianggap hangus dan otomatis tidak mendapatkan kursi.

Dalam penerapannya, formula mayoritarian/pluralitas tidak hanya berfungsi untuk menentukan peserta pemilu (parpol) yang berhasil memperoleh kursi, tapi sekaligus juga menentukan calon terpilih. Ini terjadi karena seperti disebutkan formula mayoritarian/pluralitasa biasa digunakan dalam pemilu dengan dapil berwakil tunggal. Di sini jumlah calon dari tiap parpol peserta pemilu untuk satu dapil masing-masing hanya ada satu, sehingga perolehan kursi bagi parpol sama artinya juga perolehan kursi secara otomatis bagi kandidat parpol yang bersangkutan.

Ini berbeda dengan formula proporsional yang hanya digunakan untuk menentukan perolehan kursi peserta pemilu (parpol). Bagaimana kemudian kursi-kursi yang diperoleh oleh parpol itu dibagikan kepada calon-calonnya, merupakan tahapan yang terpisah dan ”memerlukan metode” tersendiri.

Karena itu, formula proporsional dalam penerapannya selalu berlangsung dalam dua tahap:

Tahap pertama==> membagikan kursi setiap dapil kepada parpol peserta  pemilu;
Tahap kedua    ==>  mengalokasikan perolehan kursi parpol kepada calon/kandidat terpilih (atau biasa disebut ”penetapan calon terpilih”).

Untuk tahap pertama, yaitu pembagian kursi kepada parpol peserta pemilu, digunakan rumus proporsional. Bunyinya: ”setiap parpol peserta pemilu mendapatkan kursi proporsional atau seimbang dengan jumlah suara yang diperolehnya.”

Secara teknis, untuk dapat mengalokasikan kursi kepada masing-masing peserta pemilu secara proporsional (seimbang), pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu “nilai” satu kursi di dapil yang bersangkutan. Nilai satu kursi ini dalam hukum pemilu di Indonesia biasa disebut dengan istilah Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) atau quota dalam bahasa Inggris.


BPP  = hasil pembagian jumlah suara sah semua parpol peserta pemilu di suatu dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan di dapil yang bersangkutan.

Setelah mengetahui angka BPP, maka tahap pertama kursi dapat langsung dibagikan kepada setiap parpol peserta pemilu yang mencapai angka BPP (quota) dan kelipatannya. Selanjutnya, apabila masih terdapat SISA KURSI yang belum terbagi, ia kemudian dibagikan kepada parpol dalam pembagian kursi tahap kedua. Di sini, tahap kedua, tersedia beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain yang paling populer adalah membagikan sisa kursi berdasarkan urutan sisa suara terbanyak (the largest remainder).

Metode pembagian kursi proporsional seperti ini dikenal dengan metode kuota atau metode hare. Metode lain dalam membagi kursi secara proporsional kepada parpol peserta pemilu adalah metode divisor.


B - Penetapan Calon Terpilih

Seperti disebutkan di atas, rumus penetapan calon terpilih hanya diperlukan bagi sistem proporsional. Sedangkan sistem mayoritarian -- dengan hanya ada satu kursi setiap dapil dan hanya ada satu kandidat untuk setiap parpol -- tidak memerlukan metode pengalokasian kursi kepada calon, karena kursi parpol otomatis juga merupakan kursi kandidat yang bersangkutan.

Dalam sistem proporsional dengan dapil berwakil banyak, jumlah perolehan kursi parpol hampir selalu lebih sedikit dibanding jumlah calon yang memperebutkannya. Karena itu diperlukan prosedur untuk membagikan lebih lanjut kursi yang diperoleh parpol kepada kandidat atau calon-calonnya.

Ada dua rumus yang lazim digunakan untuk membagikan kursi parpol kepada calon (menetapkan calon terpilih) dalam pemilu sistem proporsional:

o   Berdasarkan Nomor Urut sesuai dengan daftar calon tetap (bagi yang menggunakan pola pencalonan  Daftar Calon Tertutup), atau

o   Berdasarkan urutan Suara Terbanyak(bagi yang menggunakan pola pencalonan Daftar Calon Terbuka).

Dengan rumus yang pertama, nomor urut sekaligus bermakna urutan prioritas dalam perolehan kursi. Kursi dibagikan kepada calon berdasarkan nomor urut dalam daftar yang ditetapkan oleh parpol. Dimulai dari nomor urut terkecil hingga terbesar. Dalam hal parpol memperoleh dua kursi misalnya, maka kursi itu diberikan kepada calon dengan nomor urut satu dan dua. Rumus ini satu paket dengan pola pencalonan Daftar Calon Tertutup, dimana pemilih hanya memilih parpol, sedangkan calon terpilih ditentukan oleh parpol lewat nomor urut.

Adapun rumus yang kedua, calon terpilih ditentukan berdasarkan urutan perolehan suara terbanyak. Di sini nomor urut dalam daftar tidak menentukan. Dan setiap calon – terserah nomor urut berapa – sama-sama memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Karena itu, rumus ini juga dengan sendirinya harus satu paket dengan pola pencalonan yakni sistem daftar terbuka. Dimana pemilih harus memilih calon secara langsung, dan bukan memilih parpol. Dengan demikian urutan perolehan suara masing-masing calon bisa diketahui.

****
0 Komentar untuk "FORMULA PEMILIHAN DAN PENETAPAN CALON TERPILIH"

Back To Top